Monday 30 September 2019

Jadi Bakir Mengungkap Kembali Definisi Tasawwuf


Mengungkap Kembali Definisi Tasawwuf. Tasawuf dalam islam berdasarkan perkembangannya, Sufi dan Tasawuf beriringan. Beberapa sumber dari kitab-kitab yang berkait dengan sejarah Tasawuf memunculkan banyak sekali definisi. Definisi ini pun juga berkait dengan para tokoh Sufi setiap zaman, disamping pertumbuhan perguruan Islam saat itu. Namun Reinold Nicholson, salah satu guru para orientalis, menciptakan telaah yang terlalu bergantung pada bukti mengenai Tasawuf atau Sufi ini, sehingga definisinya menjadi sangat historik, dan  terjebak oleh paradigma akademik-filosufis.

Pandangan Nicolson tentu diikuti oleh para pakar berikutnya yang mencoba mengungkap khazanah dalam dunia Islam, menyerupai J Arbery,  atau pun Louis Massignon. Walaupun sejumlah penelitian mereka harus diakui cukup berharga untuk mengungkap sisi lain yang selama ini terpendam. Bahwa dalam sejarah perkembangannya berdasarkan Nicholson, tasawuf yaitu sebagai bentuk ekstrim dari kegiatan keagamaan di masa dinasti Umawy, sehingga para aktivisnya melaksanakan semata hanya demi Allah saja dalam hidupnya. Bahkan lebih radikal lagi Tasawuf muncul tanggapan dari sinkretisme Kristen, Hindu, Buddha dan Neo-Platonisme serta Hellenisme.

Penelitian filosofis ini, tentu sangat menjebak, alasannya fakta-fakta spiritual intinya mempunyai keutuhan otentik semenjak zaman Rasulullah Muhammad Saw, baik secara tekstual maupun historis. Dalam kajian soal Sanad Thariqat, dapat terlihat bagaimana validitas Tasawuf secara praktis, hingga hingga pada alurnya Tasawuf Rasulullah Saw. Fakta itulah yang nantinya dapat membuka cakrawala historis, dan kelak juga besar lengan berkuasa munculnya banyak sekali ordo Thariqat yang kemudian terbagi menjadi Thariqat Mu’tabarah dan Ghairu Mu’tabarah.

Pandangan paling monumental perihal Tasawuf justru muncul dari Abul Qasim Al-Qusyairy an-Naisabury, seorang Ulama sufi era ke 4 hijriyah. Al-Qusyairy bahwasanya lebih menyimpulkan dari seluruh pandangan Ulama Sufi sebelumnya, sekaligus menepis bahwa definisi Tasawuf atau Sufi muncul melalui akar-akar historis, akar bahasa, akar intelektual dan filsafat di luar dunia Islam. Walaupun tidak secara transparan Al-Qusyairy menyebutkan definisinya, tetapi dengan mengangkat sejumlah wacana para tokoh Sufi, mengatakan betapa Sufi dan Tasawuf tidak dapat dikaitkan dengan sejumlah etimologi maupun sebuah tradisi yang  nantinya kembali pada akar Sufi.

Dalam penyusunan buku Ar-Risalatul Qusyairiyah misalnya, ia menegaskan bahwa apa yang ditulis dalam risalah tersebut untuk mengatakan kepada mereka yang salah paham terhadap Tasawuf, semata alasannya kebodohannya terhadap hakikat Tasawuf itu sendiri. Menurutnya Tasawuf merupakan bentuk amaliyah, ruh, rasa dan pekerti dalam Islam itu sendiri.

“Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglkah orang yang menyucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya.,” (Q.s. Asy-Syams: 7-8) ”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan diri dan beliau berdzikir nama Tuhannya kemudian beliau shalat.” (Q.s. Al-A’laa: 14-15) “Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kau termasuk orang-orang yang alpa.” (Q.s. Al-A’raaf: 205) “Dan bertqawalah kepada Allah; dan Allah mengajarimu (memberi ilmu); dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.s. Al-Baqarah : 282)

Sabda Nabi Saw:
“Ihsan yaitu hendaknya engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i)

Tasawuf pada prinsipnya bukanlah embel-embel terhadap Al-Qur’an dan hadits, justru Tasawuf yaitu implementasi dari sebuah kerangka agung Islam.

Dari seluruh pandangan para Sufi itulah kesudahannya Al-Qusayiry menyimpulkan bahwa Sufi dan Tasawuf mempunyai terminologi tersendiri, sama sekali tidak berawal dari etimologi, alasannya standar gramatika Arab untuk akar kata tersebut gagal membuktikannya. Tasawuf menerangkan adanya budpekerti relasi antara hamba dengan Allah Swt, dan relasi antara hamba dengan sesamanya. Dengan kata lain, Tasawuf merupakan wujud cinta seorang hamba kepada Allah dan RasulNya, ratifikasi diri akan haknya sebagai hamba dan haknya terhadap sesama di dalam amal kehidupan.

No comments:

Post a Comment