Friday 13 September 2019

Jadi Berakal Mendalami Konsep Qimar Dalam Kajian Fiqih


Mendalami Konsep Qimar Dalam Kajian Fiqih. Qimar atau maysir yaitu resiko untung-rugi bagi kedua belah pihak. Dengan bahasa lain qimar yaitu suatu permainan atau kesepakatan dimana masing-masing kedua belah pihak mempunyai resiko besar untuk untung-rugi. Resiko ini terjadi alasannya kesepakatan tersebut dikaitkan pada sesuatu yang masih belum jelas.

Beda halnya dengan resiko rugi alasannya turunnya harga pasar atau rusaknya barang tanggapan cuaca buruk. Karena setiap perdagangan pestilah mempunyai resiko. Ini tidak sanggup disebut dengan qimar, alasannya resiko itu terjadi tidak dalam satu transaksi dan terjadinya bukan alasannya dikaitkan pada sesuatu yang masih belum jelas.

Untuk lebih jelasnya lihat pembagian qimar berikut ini :
Qimar sanggup terjadi dalam dua hal:

  1. perlombaan
  2. sebuah transaksi perdagangan.

Pertama, perlombaan atau permainan, baik perlombaan yang secara eksklusif dilegalkan oleh syarak, menyerupai lomba berkuda, atau yang terang diharamkan oleh syariat menyerupai backgammon.

Perlombaan atau permainan apapun sanggup terjadi qimar apabila masing-masing pihak yang lomba mengeluarkan biaya sebagai hadiah yang diperebutkan (taruhan).

Dalam perlombaan menyerupai diatas, setiap akseptor mengeluarkan biaya dan mempunyai resiko yang sama. Resiko tersebut kemungkinan menang atau kalah dalm perlombaan. jika memang  ia untung (mendapat semua biaya peserta), jika kalah ia rugi (biaya miliknya diambil orang). Artinya untung-rugi dalam lomba tersebut dikaitkan pada sesuatu yang belum terang (khathr), dan itulah esensi dari qimar.

Perlombaan dengan taruhan ini sanggup berupa apa saja, contohnya perlombaan langgar hewan, togel, lotere, atau permainan lainnya. Bahkan perlombaan bahasa arab atau pidato sekalipun jika masing-masing pihak mengeluarkan biaya sebagai hadiah yang diperebutkan, maka perlombaan tersebut yaitu qimar.

Hanya saja untuk perlombaan yang dilegalkan syariat, menyerupai berkuda dan memanah atau mungkin baca al-qur’an dan pidato, ada sebuah usulan solusi yang sanggup dilakukan, yaitu konsep muhallil. Muhallil yaitu seorang akseptor dalam perlombaan yang tidak ikut mengeluarkan biaya hadiah. Bila dalam sebuah perlombaan ada satu orang yang tidak ikut membayar iuran hadiah, maka perlombaan tersebut hukumnya boleh.

Bisa saja mereka tetap dikenakan biaya, akan tetapi biayanya tidak dipakai untuk hadiah, melainkan untuk kebutuhan yang lain. Maka diupayakan hadiah tidak berasal dari iuran seluruh akseptor lomba. Bisa dari simpatisan, sedangkan iuran akseptor dipakai untuk selain hadiah.

Atau pastikan dana berasal dari sebagian dari akseptor lomba saja, sedangkan sebagian iuran lagi dipakai untuk biaya acara. Dengan begitu, hadiah yang diperebutkan tidaklah berasal dari seluruh akseptor lomba,sehingga akseptor yang iurannya tidak masuk dalam anggaran hadiah, mereka akan menjadi muhallil dalam lomba tersebut.

Kedua, transaksi jual-beli juga sanggup mengandung unsure qimar. Secara garis besar semua transaksi yang sangat besar lengan berkuasa unsure ‘ketidakjelasan’ serta mengandung resiko besar, maka kesepakatan itu yaitu qimar.

Imam Ibnu Hajar menjelaskan bahwa transaksi munabadzah yaitu termasuk dari qimar. Munabadzah yaitu jual beli dengan cara masing-masing pihak memperlihatkan (atau melempar) sesuatu pada pihak yang lain tanpa dilihat dan tanpa ada gosip perihal benda tersebut.

Dalam munabadzah ini masing-masing pihak mempunyai resiko untung-rugi yang sama besar tanggapan ketidakjelasan barang yang diberikan. Bisa jadi ia menerima laba, jika barang yang ia berikan lebih murah dari barang yang ia terima, dan sanggup jadi ia menanggung kerugian jika yang terjadi yaitu sebaliknya.

Hal serupa terjadi dalam transaksi mulamasah, yaitu pembeli barang menyerahkan sejumlah harga yang telah ditentukan, lalu masuk masuk ditempat gelap dan mengambila barang tanpa tahu barang tersebut. Dengan kata lain, barang yang dibeli ditentukan dengan sentuhan pembeli yang tidak tahu terhadap barang tersebut. Sehingga dalam mulamasah ini resiko untung-rugi juga sangat besar alasannya barang yang dijual tadi tidak jelas.

Ketidakjelasan ini juga sanggup terjadi dalam transaksi jual-beli yang lain, contohnya jual beli lempar bola, yaitu barang yang dijual yaitu barang yang sanggup dijatuhkan oleh bola, dan lain sebagainya. Walahu a’lam.

Referensi : Bulletin Sidogiri Edisi 75

No comments:

Post a Comment