Sahabat Edukasi yang sedang berbahagia...
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning = PjBL) adalah metoda pembelajaran yang memakai proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melaksanakan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan gosip untuk menghasilkan aneka macam bentuk hasil belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning = PjBL) adalah metoda pembelajaran yang memakai proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melaksanakan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan gosip untuk menghasilkan aneka macam bentuk hasil belajar.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan metode mencar ilmu yang memakai duduk kasus sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan gres menurut pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk dipakai pada permasalahan komplek yang diharapkan penerima didik dalam melaksanakan insvestigasi dan memahaminya.
Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk dipakai pada permasalahan komplek yang diharapkan penerima didik dalam melaksanakan insvestigasi dan memahaminya.
Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing penerima didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan aneka macam subjek (materi) dalam kurikulum. Pada ketika pertanyaan terjawab, secara eksklusif penerima didik sanggup melihat aneka macam elemen utama sekaligus aneka macam prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan pemeriksaan mendalam perihal sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan perjuangan penerima didik.
Mengingat bahwa masing-masing penerima didik mempunyai gaya mencar ilmu yang berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memperlihatkan kesempatan kepada para penerima didik untuk menggali konten (materi) dengan memakai aneka macam cara yang bermakna bagi dirinya, dan melaksanakan eksperimen secara kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan pemeriksaan mendalam perihal sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan perjuangan penerima didik.
Pembelajaran Berbasis Proyek sanggup dikatakan sebagai operasionalisasi konsep “Pendidikan Berbasis Produksi” yang dikembangkan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah Menengah kejuruan sebagai institusi yang berfungsi untuk menyiapkan lulusan untuk bekerja di dunia perjuangan dan industri harus sanggup membekali penerima didiknya dengan “kompetensi terstandar” yang dibutuhkan untuk bekerja dibidang masing-masing. Dengan pembelajaran “berbasis produksi” penerima didik di Sekolah Menengah kejuruan diperkenalkan dengan suasana dan makna kerja yang bahwasanya di dunia kerja. Dengan demikian model pembelajaran yang cocok untuk Sekolah Menengah kejuruan ialah pembelajaran berbasis proyek.
Pembelajaran Berbasis Proyek mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. peserta didik menciptakan keputusan perihal sebuah kerangka kerja;
b. adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada penerima didik;
c. peserta didik mendesain proses untuk memilih solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan;
d. peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola gosip untuk memecahkan permasalahan;
e. proses penilaian dijalankan secara kontinyu;
f. peserta didik secara terjadwal melaksanakan refleksi atas acara yang sudah dijalankan;
g. produk simpulan acara mencar ilmu akan dievaluasi secara kualitatif; dan
h. situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Peran pelatih atau guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan mediator untuk mendapat hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan penemuan dari siswa.
Beberapa kendala dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis Proyek antara lain berikut ini :
a. Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menuntaskan permasalahan yang komplek.
b. Banyak orang renta penerima didik yang merasa dirugikan, alasannya ialah menambah biaya untuk memasuki system baru.
c. Banyak pelatih merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana pelatih memegang kiprah utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi pelatih yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
d. Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah.
Untuk itu disarankan memakai team teaching dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jikalau suasana ruang mencar ilmu tidak monoton, beberapa rujukan perubahan lay-out ruang kelas, seperti: traditional class (teori), discussion group (pembuatan konsep dan pembagian kiprah kelompok), lab tables (saat mengerjakan kiprah mandiri), circle (presentasi). Buatlah suasana mencar ilmu menyenangkan, bahkan ketika diskusi sanggup dilakukan di taman, artinya mencar ilmu tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas.
No comments:
Post a Comment