Sahabat Edukasi yang sedang berbahagia...
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan tetapkan ”nasib” Kurikulum 2013 pada tamat semester I, berarti Desember tahun ini. Akankah dilanjutkan, dilanjutkan dengan evaluasi, atau ditunda pelaksanaannya?
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan tetapkan ”nasib” Kurikulum 2013 pada tamat semester I, berarti Desember tahun ini. Akankah dilanjutkan, dilanjutkan dengan evaluasi, atau ditunda pelaksanaannya?
Semua memang sedang dalam kajian. Yang jelas, belum ada umpan balik dari 6.000 SD yang menjadi proyek percontohan, Kurikulum 2013 sudah dipaksakan untuk dijalankan.
Tahun 2013 sekolah kami ditunjuk menjadi salah satu SD percontohan. Ibarat dua sisi mata uang, ada rasa senang alasannya yaitu mungkin kami akan lebih paham lebih dulu dibandingkan dengan SD lain. Namun, ada juga risiko alasannya yaitu ketergesaan dan ”bau politik” yang menyengat. Selain kami, total ada 15 SD di Kota Yogyakarta yang menerapkan Kurikulum 2013 di kelas I dan IV.
Pada tahun pertama, kami para guru berdarah-darah untuk sanggup memahami, mengolah, memilah, sekaligus ”memasak” supaya rasa ”kurikulum” tetap lezat dan nikmat bagi siswa. Mengapa kami hingga bersusah payah?
Sudah belakang layar umum bahwa Kurikulum 2013 disiapkan secara ”kejar tayang”, serba cepat, dan tergesa-gesa. Kurikulum dan turunannya, yaitu buku, sudah niscaya penuh ranjau di sana-sini. Tak hanya itu, bekal pendidikan dan latihan (diklat) untuk kami juga sangat kurang. Maka, supaya siswa tidak menginjak ranjau, sang guru/pendidik harus benar-benar mengolah kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator, dan merancang acara dengan pendekatan saintifik, sekaligus penilaian yang otentik.
Sungguh tidak gampang menyiapkan itu semua. Masih untung, salah satu dari kami pernah terlibat litbang SD Eksperimen Romo Mangun. Mengolah dan memasak kembali kurikulum dan buku sudah pernah dilakukannya sehingga dengan segera melihat hakiki Kurikulum 2013. Bagaimana dengan sekolah lain?
Kelebihan dan kekurangan
Di tengah kebingungan melakukan pada tahun pertama, kami bersepakat tidak mau terpuruk dan berusaha memelihara semangat supaya siswa tetap terlayani dengan baik.
Di tengah ketergesaan, kekurangan, dan kesalahan buku, kami bersyukur tema-tema Kurikulum 2013 sangat kontekstual alias erat dengan siswa. Banyak tema yang digemari siswa alasannya yaitu merupakan bab dari keseharian siswa SD. Sebenarnya, Kurikulum 2013 memperlihatkan ruang cukup untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan siswa, juga perilaku yang sanggup distimulus dari setiap kegiatan. Sayang, keleluasaan untuk eksplorasi kurang sehingga tema bagus, tetapi ruang eksplorasi dibiarkan sepi.
Selama ”bergaul dan bekerja sama” dengan dinas dan sekolah sesama percontohan, kami mencicipi pendampingan implementasi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pendampingan administrasi. Padahal, guru SD percontohan dan SD-SD di negeri ini membutuhkan pendampingan intensif alasannya yaitu memahami dan melakukan apa yang disebut pendekatan saintifik dan penilaian otentik itu tidak mudah. Perlu revolusi mental dari kebiasaan guru ”ceramah” menjadi seorang fasilitator. Lompatan tersebut memerlukan perubahan paradigma.
Sebagai SD yang pernah melakukan percontohan, kami sanggup mengungkapkan bahwa Kurikulum 2013 secara konsep bagus. Ada dua hal yang konkret beda dengan kurikulum sebelumnya, yaitu pendekatan saintifik dan penilaian otentik. Namun, justru pemerintah kurang memperlihatkan pendampingan maksimal dalam dua hal tersebut.
Tidak heran kalau guru bingung, meraba-raba kolam berjalan di daerah gelap. Maka, salah satu hal yang perlu diperbaiki yaitu pendidikan dan pembinaan guru terlebih dahulu. Kenyataannya, diklat kurikulum tak selalu menambah paham, hanya menambah materi ke sekolah.
Kurangi administrasi
Jika diklat perlu ditingkatkan mutunya, sebaliknya pendampingan formal manajemen dikurangi alasannya yaitu memberatkan. Kami semakin repot melayani seruan data dan mengisi instrumen dari banyak sekali pihak.
Siswa SD kami kalau ditanya banyak yang senang dengan Kurikulum 2013 alasannya yaitu ada beberapa yang dipraktikkan, didiskusikan. Belajar dengan mengamati, menanya, menganalisis, tetapi untuk itu sang guru perlu menyiapkan ”peta belajar” supaya siswa sanggup menemukan dan membangun pengetahuannya.
Sebagai guru yang pernah mengalami kurikulum 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013, acara dan tema Kurikulum 2013 memang lebih variatif sehingga kalau dilakukan dengan baik dan benar, pastilah siswa akan senang belajar, bukan menghafal.
Kesimpulannya, Kurikulum 2013 sanggup dilanjutkan dengan revisi kesalahan, perbaikan sistem diklat, dan pendampingannya.
Referensi artikel : “Menjadi Percontohan Kurikulum 2013”
Oleh : Lily Halim Guru dan Kepala SD Katolik Kalam Kudus, Yogyakarta
Editor : Sandro Gatra – Sumber : Kompas Cetak – Kompas.com
No comments:
Post a Comment