Wednesday, 2 June 2021

Lebih Arif Pendidikan Jarak Jauh Berbasis Internet Dan Tantangan-Tantangannya

Sahabat Edukasi yang sedang berbahagia...

Bagi negara yang mempunyai wilayah luas menyerupai Indonesia, pendidikan jarak jauh berbasis internet menjadi alternatif yang sangat pantas dipertimbangkan untuk dilaksanakan. 

Hal itu untuk mengatasi aneka macam hambatan dalam pelaksanaan pendidikan, menyerupai kondisi geografis, ketiadaan waktu, dan biaya pendidikan.

Sudah menjadi belakang layar umum, niat masyarakat untuk mengakses pendidikan sering terkendala oleh aneka macam hal menyerupai di atas. 

Pendidikan jarah jauh sangat membantu masyarakat perkotaan maupun pedesaan dalam mengakses pendidikan, alasannya waktu mencar ilmu ditentukan sendiri oleh akseptor didik. Tidak bergantung pada jadwal pembelajaran di kelas/ruang kuliah, sehingga akseptor didik sanggup memilih prioritas acara menurut kepentingan langsung lainnya, contohnya mencari nafkah.

Meminjam jargon iklan minuman ringan, pendidikan jarak jauh berbasis internet sanggup dilaksanakan kapan saja, di mana saja. 

Waktu pembelajaran sepenuhnya ada di tangan akseptor didik, alasannya dialah yang memilih di mana dan kapan belajar. Hanya sesekali saja waktu pembelajaran memerlukan janji dengan pendidik, contohnya untuk tutorial. Dengan meminimalkan waktu pertemuan antara akseptor didik dengan pendidik, banyak hal yang sanggup dipetik oleh akseptor didik. Setidaknya akseptor didik sanggup menghemat waktu dan biaya pergi-pulang ke sekolah/kampus.

Di beberapa negara yang mempunyai wilayah luas menyerupai Indonesia, pembelajaran jarak jauh demikian terkenal. Bahkan konon di Amerika Serikat, di negara bab tertentu, model pembelajaran demikian menjadi pilihan yang disukai oleh masyarakat pedesaan yang berhasrat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya tapi tidak mempunyai banyak waktu.

Walau demikian, model pembelajaran jarak jauh berbasis internet bukan tanpa tantangan. Setidaknya ada dua tantangan yang harus dihadapi oleh penyelenggara pendidikan demikian ini.

Pertama, duduk kasus penyediaan jaringan satelit/internet. Lantaran bahan pembelajaran disediakan di dunia maya dan harus diunduh oleh akseptor didik, internet menjadi bab terpenting dalam proses pembelajaran. Maka, internet harus gampang diakses kapan saja dan bila perlu di mana saja. 

Selain itu, direktur harus terus menerus memonitor sistem jaringan biar kanal internet tetap lancar. Dalam hal ini, server  dihentikan penuh, sehingga kecepatan kanal internet tetap terjaga. Jangan hingga terjadi  jaringan lemot (lamban) hanya alasannya server tak mencukupi alasannya tak bisa lagi menampung kanal yang begitu banyak dalam waktu bersamaan.

Tantangan kedua, pendidikan jarak jauh berbasis internet lebih pada duduk kasus budaya.  Sebagaimana kita ketahui, akseptor didik (baik tingkat pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi) masih harus dipaksa biar bersedia mengikuti pembelajaran di kelas/ruang kuliah menyerupai yang diharapkan oleh penyelenggara pendidikan. Tanpa ada unsur paksaan, dikhawatirkan mereka tidak mengikuti pembelajaran sebagaimana semestinya. Unsur paksaan itu berupa absensi. Di akademi tinggi, seorang mahasiswa boleh mengikuti ujian semester bila absensinya tidak melebihi batas maksimal. Untuk itulah, mengapa istilah “titip absen” sangat dikenal di kalangan mahasiswa.

Sementara itu, model pembelajaran jarak jauh tidak ada unsur paksaan yang lazim diberlakukan di forum pendidikan regular menyerupai itu. Untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh secara benar diharapkan disiplin tinggi. Niat mencar ilmu harus tiba dari diri sendiri, bukan pihak lain. Tanpa niat dan disiplin tinggi, akseptor didik akan selalu gagal dalam ujian alasannya tidak menguasai bahan pembelajaran. 

Itulah dua tantangan yang mesti ditaklukkan oleh penyelenggara pendidikan jarah jauh berbasis internet. Juga oleh akseptor didik. Disiplin dan semangat mencar ilmu mandiri, kiranya itulah kunci sukses bagi penyelenggaraan pendidikan jarak jauh berbasis internet. Semoga berhasil. (*)

No comments:

Post a Comment