Sunday 11 August 2019

Jadi Berakal Persoalan Hukum Rasio 1 Guru Banding 15 Siswa Per Kelas Menciptakan Galau


Sebagaimana kita tahu bahwa sistem layanan data simpatika yang dipakai oleh kemenag menjadi teladan kelayakan forum pendidikan dibawah naungan kementerian agama. Sehingga mengharuskan setiap madrasah untuk melaksanakan verifikasi dan validasi (verval) data madrasah, siswa, dan guru.

Selain itu, simpatika akan efektif 100 persen di tahun pelajaran yang akan tiba (2016/2017). Sehingga simpatika juga menjadi teladan aneka macam tunjangan, baik itu pinjaman sertifikasi atau pinjaman fungsional.

Untuk sanggup mendapatkan tunjangan, maka guru harus memenuhi aneka macam macam persyaratan yang telah ditentukan. Seperti memenuhi alokasi 24 JTM (jam tatap muka) per minggu, linear mapel dengan NRG atau piagam sertifikasi. Yang paling memusingkan yaitu harus memenuhi rasio 1 banding 15 (1 guru : 15 siswa).

Mungkin bagi madrasah yang yang sudah maju dengan jumlah siswa mencapai ratusan, tidak ada masalah. Namun bagi madrasah yang ada di pelosok desa yang jumlah siswanya hanya pada angka puluhan, akan menjadi problem besar bahkan terancam tutup.

Kok bisa?

Logikanya begini. Jika ada madrasah yang siswanya tidak mencapai 15 per kelas, maka guru sertifikasi tersebut akan pindah ke madrasah lain yang memenuhi syarat 1:15. Jika setiap guru sertifikasi pindah ke madrasah lain, kemudian siapa yang akan mengajar di madrasah tersebut dan siswa yang akan menjadi korban.

Anda sanggup bayangkan, jikalau dalam satu kecamatan ada 1 madrasah ibtidaiyah dengan 60 siswa (rata-rata 10 siswa perkelas) ditutup alasannya hukum tersebut, kemudian dalam 1 kabupaten? 1 provinsi? se Indonesia? dan berapa siswa yang akan menjadi korban pendidikan.

Ada yang bilang "itu urusan madrasah, bukan kami...! yang mendirikan madrasah itu siapa? anda apa kami?" Bahasa menyerupai itu sangat menggelikan pendengaran saya alasannya keluar dari petinggi pendidikan.

Dengan berdirinya madrasah di pelosok-pelosok, itu sangat membantu pemerintah untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Maka seharusnya pemerintah berpihak ke madrasah-madrasah kecil di pelosok negeri, bukan malah men-diskriminasi. Supaya anak didik kita tidak menjadi korban ke-GALAU-an.

Pemerintah melaksanakan aneka macam jadwal supaya anak bangsa kita sanggup mengenyam pendidikan yang layak dengan 20% anggaran pendidikan.

Anggaran pendidikan dalam APBN 2016 mencapai Rp 419,2 triliun atau 20 persen dari total belanja negara Rp 2095,7 triliun. Hal tersebut pun sudah sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan.

Karena itu, impian saya biar kementerian agama tidak memberlakukan hal itu. Mengingat akan berdampak tidak baik untuk madrasah, guru dan siswa.

Demikian celoteh terkait hukum 1 banding 15. Bukan untuk melecehkan siapapun, tapi sebagai impian untuk memperlihatkan pelayanan pendidikan yang maksimal terhadap guru dan siswa supaya acara mencar ilmu mengajar di madrasah lancar, kondusif dan terkendali.

No comments:

Post a Comment