Sunday 11 August 2019

Jadi Akil Haramnya Riba Dalam Muamalat Syariat Islam


Haramnya Riba Dalam Muamalat Menurut Syariat Islam. Dalam problem ekonomi tentu harus mempunyai bekal ilmu ekonomi sesuai dengan apa yang ditentukan oleh syariat islam, yakni haram riba dan halal jual beli. Kenyatannya, sering kita temui praktik yang tidak sesuai dengan konsep aturan syariah, yakni menghalalkan segala cara untuk mendapatkan laba lebih tanpa memikirkan nasib rugi orang lain.

Oleh karenanya, untuk menghindarkan dari praktik yang terperinci merugikan orang lain, butuh ilmu yang sanggup direalisasikan dan diaplikasikan sehari-hari, khususnya ilmu dalam bidang perekonomian, bisnis dan muamalah yang notabene-nya tidak akan terlepas dari kehidupan manusia.

Allah SWT telah tegas mengharamkan sesuatu yang dihasilkan dari barang haram atau cara yang haram. Bahkan, orang yang beribadah pun yang memohon ampunan pada Allah, menangisi dan meratapi atas dosanya yang diperbuat selama hidupnya tidak akan diterima ibadahnya, kalau ia masih mengkonsumsi sesuatu yang haram.

Ilmu yang wajib diketahui oleh pelaku ekonomi ialah praktik riba yang diharamkan biar penggiat ekonomi tidak terjerumus pada lembah kedzaliman: kedzaliman pada dirinya, masyarakat dan agamanya.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi: "Orang-orang yang memakan riba tidak sanggup berdiri melainkan ibarat berdirinya orang yang kemasukan setan alasannya ialah gila". Mengenai ayat diatas Imam Fakhruddin al-Rozi dalam tafsir Mafatihul Ghaib menjelaskan pesan yang tersirat pengharaman riba sebagai berikut:

Riba bisa mengakibatkan pengambilan harta orang lain tanpa adanya pengganti, alasannya ialah seorang yang menjual satu dirham dengan dua dirham yang dilakukan secara tunai maupun kredit (mu’ajjal) ia akan mendapatkan perhiasan dirham tersebut tanpa adanya pengganti, padahal yang boleh ialah menukar/menjual satu dirham dengan satu dirham juga, dilarang ada kelebihan dalam transaksi tersebut.

Dalam pengharaman mengambil harta orang lain Rasul telah menyinggung dalam hadisnya yang berbunyi: "seorang sanggup dikatakan jelek ialah ketika ia meremehkan saudara Muslim lainnya, setiap orang Islam atas orang Islam lainnya ialah haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya". (HR Muslim Bab Tahrimu Dzulmil Muslim)

Riba -dalam perspektif ekonomi dan sosiologi- mendorong pelaku riba malas-malasaan untuk berusaha dan bekerja untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, alasannya ialah pada kenyataannya bagi pelaku riba di dikala mendapatkan uang riba, mereka bermalas-malasan mencari ma’isyah (kebutuhan hidup), tidak mau bercapek-capek kerja, berdagang, dan berproduksi. Ia hanya ingin duduk manis di halaman rumahnya menunggu datangnya uang riba. Hal sedemikian akan mengakibatkan pelaku riba pada hilangnya mengambil kemanfaatan bersosialisasi di antara sesama.

Riba –dalam perspektif etika- mengakibatkan bisa terputusnya bederma ma’ruf/ baik yang berupa memberi hutang pada sesama. Sebab seandainya riba diperbolehkan maka seseorang yang butuh akan memaksakan dirinya untuk mengambil riba yang pada ujungnya akan mengakibatkan lenyapnya persaudaraan, amal ma’ruf, dan ihsan atau berbuat baik.

Riba –dalam perspektif kemanusian- dominan orang yang member derma hutang mereka rata-rata ialah golongan orang-orang yang bisa (kaya), sementara akseptor hutang mereka orang-orang yang faqir-miskin. Apabila riba diperbolehkan pasti orang-orang yang kaya akan mengambil lebih dari piutang (harta) yang mereka pinjamkan pada orang-orang fakir-miskin.

Alla kulli hal, riba ialah sebuah instrumen yang sanggup merusak tatanan kehidupan insan dari segala aspek yang disebutkan diatas, yaitu rusaknya dalam bermuamalah, bersosialisasi, beretika dan berprikemanusiaan, bahkan sebagaimana yang disinggung oleh surat Al-Baqarah ayat 275 diatas para pelaku riba tatkala dibangkitkan dari alam kubur, tidak lah ia berdiri melainkan ibarat seakan-akan orang ajaib yang kerasukan setan.

Dampak di dunia yang diperolehkan dari praktik riba menimbulkan pelakunya semakin rakus, hidup tidak tentram dan damai, selalu merasa kurang puas terhadap apa yang dimilikinya karena hatinya tercemar oleh hitamnya riba dan di darul abadi akan dimintai pertanggung jawaban.

No comments:

Post a Comment