Monday 14 October 2019

Jadi Berakal Guru Swasta Menuntut Menteri Agama Mencabut Hukum Sertifikasi


Ribuan guru madrasah di bawah Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Pamekasan, mendesak Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaefudin, mencabut Peraturan Menteri Agama Nomor 43 Tahun 2014, wacana tata cara pembayaran Tunjangan Sertifikasi guru Non PNS. sebab hukum tersebut dinilai diskriminatif terhadap guru-guru madrasah non PNS.

Ahmad Faqih, Koordinator Guru Sertifikasi non PNS Kemenag Pamekasan, mengatakan, ada beberapa diskriminasi dalam hukum itu. Di antaranya :

  1. Guru non PNS yang tidak memenuhi jam tatap muka, maka guru tersebut harus mencari forum lain untuk memenuhi jam tatap muka mengajar 24 jam per minggu. Bagi guru PNS itu tidak berlaku, tapi guru Non PNS aturannya sangat ketat. Jangankan 24 jam, guru yang mengajar bahasa arab dan bahasa inggris kelas 1-6 MI itu hanya 12 jam.
  2.  Guru Non PNS dihentikan mengajar mata pelajaran yang tidak serumpun, sehingga harus mencari jam mengajar ke sekolah lain yang serumpun. sedangkan guru PNS bebas mengajar apa saja walaupun tidak serumpun

Ditegaskan oleh Ahmad Faqih bahwa peraturan Menteri Agama itu belum pernah disosialisasikan kepada guru non PNS di lingkungan Kemenag Pamekasan. Aturan itu gres diketahui sehabis adanya penolakan berkas pengajuan pencairan pemberian sertifikasi tahun ini ke Kemenag Pamekasan sebab tidak sesuai hukum Menteri Agama. Yang menjadi pola selama ini, Surat Edaran nomor : Kw.15.2/2/HJ.007/8080/2014 Tentang Pembayaran Tunjangan Sertifikasi Guru RA/Madrasah di Lingkungan Kementrian Agama Provinsi Jawa Timur.

Aturan itu lebih akomodatif. Sebab bagi guru non PNS yang tidak cukup 24 jam sanggup menambah kiprah lain, kiprah tambahhan tersebut pada satuan forum dimana guru bertugas. ibarat menjadi Kepala Sekolah/Madrasah, Wakil Kepala Sekolah/Madrasah, Ketua Program Keahlian, Kepala Perpustakaan, Kepala Laboratorium, Kepala Bengkel Agama, Kepala Unit Produksi, dll.

Anehnya lagi, di Dinas Pendidikan tidak ada, kenapa cuman di Kemenag saja, bahkan di kabupaten lain ibarat Sampang dan Sumenep tidak ada kebijakan tersebut. Kenapa di Pamekasan ada, makanya kami mempertanyakan kejelasan itu.

Sementara itu, Kepala Kemenag Pamekasan, Juhedi mengatakan, terdapat beberapa item yang diatur dalam peraturan menteri agama (PMA) tersebut. Sehingga, sehabis semuanya difahami semua guru tidak akan mendapatkan konsekuensi jelek dalam kebijakan tersebut.

Kebijakan tersebut berdampak pada tidak cairnya dana sertifikasi di Kabupaten Pamekasan. Sejak tahun 2014 sampai 2015, pemberian yang telah menjadi hak guru tersebut tidak kunjung diterima. Fakta itulah yang menjadi keresahan guru, mengingat di kabupaten lain sudah cair secara keseluruhan.

“Jika Peraturan Menag tidak dicabut atau direvisi, maka akan ada 60 persen guru non PNS peserta pemberian sertifikasi yang terancam gagal. Sementara jumlah guru non PNS peserta pemberian sertifikasi mencapai 7 ribu lebih,” tandasnya.

Agar tuntutan itu sanggup didengar Menteri Agama, guru madrasah di Pamekasan akan mengirimkan surat ke Menteri Agama dengan dibuktikan tanda tangan. Bahkan, kalau masih belum didengar, perwakilan guru madrasah akan menghadap eksklusif ke Menteri Agama di Jakarta. Di Pamekasan, pemberian sertifikasi yang belum terbayar sudah mencapai 11 bulan semenjak tahun 2014 lalu.

No comments:

Post a Comment