Thursday 31 January 2019

Jadi Pintar Seputar Kebiasaan Silaturrahmi Dikala Lebaran Hari Raya Idul Fitri


Seputar Kebiasaan Silaturrahmi Saat Idulfitri Hari Raya Idul Fitri. Silaturahim merupakan salah satu kegiatan utama di momen Idul Fitri atau Idulfitri untuk berkunjung ke keluarga, sanak saudara, tetangga, dan masyarakat dalam tradisi Muslim di Indonesia. Bahkan untuk tujuan menyambung tali kasih ini, masyarakat berbondong-bondong pulang kampung atau pulang kampung setiap tahunnya.

Selain kegiatan utama, silaturrahim secara syariat juga merupakan amalan utama alasannya bisa menyambungkan apa-apa yang tadinya putus dalam kekerabatan hablum minannas. Belum lagi keutamaan dari amalan ini yang di antaranya sanggup memperpanjang umur serta melapangkan rezeki.

Terkait substansi silaturrahim ini, Muhammad Quraish Shihab dalam buku karyanya Membumikan Al-Qur’an: Peran dan Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Mizan, 1999: 317) mengungkapkan Sabda Nabi Muhammad.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: Laysa al-muwwashil bil mukafi’ wa lakin al-muwwashil ‘an tashil man qatha’ak. (Hadits Riwayat Bukhari)

Artinya: “Bukanlah bersilaturrahim orang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi yang bersilaturrahim yaitu yang menyambung apa yang putus.” (HR Bukhari)

Dari Sabda Nabi Muhammad tersebut, terperinci termaktub bahwa silaturahim menyambung apa yang telah putus dalam korelasi hablum minannas. Manusia tidak terlepas dari dosa maupun kesalahan sehingga menyebabkan putusnya hubungan. Di titik inilah silaturrahim memiliki tugas penting dalam menyambung kembali apa-apa yang telah putus tersebut.

Idulfitri merupakan momen yang paling sempurna bila di hari-hari lain belum bisa menyambungkan apa yang telah putus. Energi kembali ke fithrah turut mendorong insan untuk berlomba-lomba mengembalikan jiwanya pada kesucian. Idul Fitri-lah yang bisa melakukannya.

Meskipun disadari, silaturahim bergotong-royong tidak terbatas dilakukan dikala Idul Fitri tiba. Manusia mustahil harus menunggu berbulan-bulan hanya untuk meyambungkan apa yang telah putus.

Hal ini didasarkan bahwa batas umur insan tidak ada yang tahu. Tentu insan akan merugi dikala nyawa tidak lagi dikandung tubuh namun masih menyimpan salah dan dosa kepada orang lain. Namun, esensi kembali pada kesucian pada momen Idul Fitri menuntut umat Islam mempererat kembali tali silaturahim. Idul Fitri merupakan kesempatan yang baik dan tepat.

Dalam buku yang sama, Quraish Shihab menjelaskan arti silaturahim ditinjau dari sisi bahasa. Silaturrahim yaitu kata beragam yang terambil dari kat bahasa Arab, shilat dan rahim. Kata shilat berakar dari kata washl yang berarti menyambung dan menghimpun. Ini berarti hanya yang putus dan terserak yang dituju oleh kata shilat itu.

Sedangkan kata rahim pada mulanya berarti kasih sayang, kemudian berkembang sehingga berarti pula peranakan (kandungan). Arti ini mengandung makna bahwa alasannya anak yang dikandung selalu mendapat curahan kasih sayang.

Salah satu bukti yang paling nyata wacana silaturahim yang berintikan rasa rahmat dan kasih sayang itu yaitu derma yang tulus. Sebab itu, kata shilat juga diartikan dengan derma atau hadiah. Wallahu ‘alam bisshawab.

Referensi: http://www.nu.or.id/

No comments:

Post a Comment