Strategi mengintegrasikan literasi dalam pembelajaran – Abad ke- 21 yang lebih erat disebut sebagai abad milenium, kiranya menuntut seseorang untuk banyak membaca dan menulis (literasi). Kegiatan membaca dan menulis diyakini akan meningkatkan keterampilan seseorang dalam berpikir dan bertindak.
Berkunjung ke perpustakaan merupakan salah satu taktik literasi dalam pembelajaran (Nefrida/matrapendidikan.com)
Oleh lantaran itu himbauan untuk membuatkan budaya literasi di sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat patut menerima perhatian semua orang. Di forum sekolah hal itu ditindaklanjuti dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
Baca juga : Optimasi Program Literasi Sekolah
Dalam pengertian terbatas, literasi dimaknai dengan membaca dan menulis. Akan tetapi dalam konteks yang lebih luas, literasi mengandung makna aktivitas melihat, membaca, menyimak, berbicara dan mencipta.
Pada gilirannya, apa yang dilihat, dibaca, disimak dan dibicarakan akan sanggup menghasilkan sesuatu goresan pena yang disebut dengan aktivitas menulis.
Unsur aktivitas dalam literasi akan menghasilkan seseorang untuk kreatif (creative), berpikir kritis (critical thinking), berkomunikasi (communication) dan bekerja sama (collaboration).
Unsur aktivitas literasi juga akan meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengakses, memahami dan memakai banyak sekali informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Literasi dalam pembelajaran
Budaya membaca dan menulis dalam pembelajaran sudah usang diterapkan oleh guru. Hanya saja, implementasinya dalam pembelajaran perlu disempurnakan. Penyempurnaan dimaksud berkaitan dengan unsur dalam aktivitas literasi.
Selain itu, budaya literasi diintegrasikan melalui taktik dan metode mengajar, pengelolaan kelas dan aktivitas evaluasi. Dalam Kurikulum 2013, budaya literasi, sebagaimana halnya pendidikan karakter, tidak menambah atau menyisip materi pelajaran yang sudah ada.
Strategi integrasi budaya literasi dalam pembelajaran dimulai dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penyusunan RPP mengakomodasi seluruh waktu pembelajaran, baik tahap pendahuluan dan aktivitas inti maupun aktivitas penutup.
Agar pembelajaran bernuansa literatif maka dalam pembelajaran diharapkan banyak sekali sumber dan media belajar.sumber berguru tidak hanya guru, lingkungan sekitar juga menjadi bahan/sumber belajar.
Apa yang terdapat dalam ruang kelas sanggup dimanfaatkan materi dan sumber belajar. Begitu pula buku panduan, buku wajib dan buku penunjang. Jika tidak memadai di ruang kelas, guru sanggup membawa siswa ke ruang perpustakaan atau buku itu sendiri yang di bawa ke ruang kelas.
Sumber dan media berguru sanggup dalam bentuk audio maupun visual. Oleh lantaran itu lieterasi dikelompokkan kedalam literasi audio dan literasi visual. Strategi literasi mengandung makna meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan banyak sekali sumber informasi yang ada di banyak sekali media.
Misalnya media cetak (buku, jurnal, tabloid, surat kabar, majalah, dll). Dalam bentuk digital, taktik literasi menghendaki akseptor didik sanggup mengkases dan memanfaatkan media internet dan digital yang berkembang cukup umur ini.
Bentuk integrasi literasi dalam proses pembelajaran antara lain;
1.mengamati objek media gambar/charta
2.mengamati lingkungan sekitar sekolah berkaitan dengan materi pelajaran
3.membaca sumber berguru menyerupai buku pelajaran, lks, buku catatan, dll.
4.mengumpulkan informasi melalui lembaran observasi
5.menganalisis informasi
6.mendiskusikan secar kelompok
7mempresentasikan hasil diskusi
8.bertanya dan menjawab pertanyaan
9.menyimpulkan
10.menyajikan laporan diskusi secara tertulis
11.memajang laporan diskusi di peprustakaan sekolah.
Baca juga : Program Literasi Berbasis Kelas
Dapat disimpulkan bahwa literasi dalam pembelajaran tidak hanya berkaitan dengan aktivitas membaca dan menulis. Dalam literaksi terdapat aktivitas pemahaman, analisis, mengkomunikaikan dan sejumlah kemampuan lainnya.