Pasti Dapat Duka Dikala Binatang Piaraannya Harus Dijual Orangtuanya

Sedih ketika binatang piaraannya harus dijual orangtuanya – Hati anak siapa yang tidak akan duka bila binatang piaraan kesayangannya dijual orangtuanya. Hal itu juga dialami oleh Muhammad Fadhlan Hakim, seorang siswa yang akan menamatkan pendidikan SD-nya tahun pelajaran ini.

Sebelum dijual, kambing ini diusap kepalanya oleh pengembalanya (matrapendidikan.com)

Tulisan ini didedikasikanuntuk Muhammad Fadhlan Hakim  yang telah memelihara dan menggembalakan dua ekor kambingnya sebagai hadiah Qori Terbaik pada Tilawah Al Qur’an bulan Ramadhan 1438 H lalu. Mengapa harus dijual dan bagaimana kronologi pemeliharaannya oleh Muhammad Fadhlan Hakim? Yuk, simak selanjutnya.

A.Sedih meski tak keberatan

Ada gurat kesedihan di wajahnya ketika mendengar kambing piaraannya bakal dijual oleh orangtuanya. Aan, panggilan akrabnya, memang tidak keberatan jikalau binatang piaraannya dijual. Akan tetapi yang menciptakan ia duka tidak bakal ketemu lagi dengan kedua ekor kambingnya itu.

Anehnya tidak hanya Aan yang bersedih. Hewan kesayangannya itu seakan ikut bersedih melihat penggembalanya bersedih. Seakan sanggup mencicipi apa yang dirasakan oleh penggembalanya. Itu terjadi sehari sebelum kambing itu akan dijual.

Dua ekor kambing yang diberi nama “Tomaih” anaknya dan “Tini” induknya ngambek makan. Sore itu ketika hendak digembalakan, dua ekor kambing itu tak mau digembalakan. Bahkan binatang ternak itu merebahkan diri di tanah dekat pengembalanya duduk.

Dua ekor kambing menoleh kepada pengembalanya yang terpekur duka (matrapendidikan.com)

Sebenarnya beberapa hari sebelum dijual, induk kambing dan anaknya menawarkan gelagat aneh. Agak nakal dan sering bikin ulah ketika dikeluarkan maupun dimasukkan ke dalam kandangnya.

Kebiasaan menanduk penggembala tidak ada lagi dikala dikeluarkan dari kandang. Begitu pula kebiasaan bergelut dikala perut kambing itu sudah kenyang.

“Barangkali binatang ternak itu mengetahui jikalau akan dijual. Seminggu ini sering bikin ulah. Makan rumput hijau tak lagi ibarat biasanya. Sering bermain-main tak karuan digembalakan,” kata orangtua Aan.

Hewan memang tidak mempunyai nalar waras tapi boleh jadi sanggup mencicipi orang yang menggembalakannya. Hal ini sulit dijangkau nalar sehat. Akan tetapi bagi penyayang ternak, insiden itu sudah sanggup dimaklumi. Apalgi selama ini sudah telaten merawat kedua ekor kambing itu.

B.Kronologi mempunyai kambing

Kambing-kambing itu bukan dibeli oleh orangtua Aan. Bulan puasa Ramadhan 1438 H lalu, Aan ikut lomba Tilawah Al Qur’an khusus tingkat Anak-anak di Mushalla Al Mukhlishin Koto Gadang Pangian.

Dalam lomba tersebut Aan berhasil meraih Juara I. Kebetulan Panitia MTQ menyediakan hadiah untuk juara I Putra dan Putri masing-masing seekor kambing. Rupanya panitia tidak menemukan kambing yang sama besar, baik tubuh maupun usianya.

Oleh alasannya yaitu itu panitia menyediakan seekor kambing betina yang agak besar dan dua ekor kambing betina yang nilainya sama dengan yang satu ekor. Akhirnya dilakukan pengundian antara juara I Putra dengan Juara I Putri.

Ternyata Aan menerima dua ekor kambing betina belia dan juara I Putri menerima satu ekor kambing betina yang lebih besar dan lebiah renta umurnya. Penyerahan hadiah kambing ini dilakukan sehabis bulan puasa, dikala halal bi halal di Mushalla kawasan perlombaan Tilawah.

Setelah kambing itu hingga di rumah diadakan musyawarah. Keputusannya kambing itu tidak akan dijual atau diserahkan pada orang lain untuk memeliharanya. Aan bersikeras untuk menggembalakannya sendiri.

Karena kesibukan hadiah kambing dari lomba tersebut di gembalakan bergantian oleh anggota keluarga. Bahkan papa dan ibunya juga ikut mendapat job baru sebagai gembala kambing. Hal ini untuk mengisi waktu luang di sore hari.

Sekitar tamat September 2017, salah satu dari kambing tersebut beranak dan diberi nama oleh Aan dengan “Tomaih” (panggilan Tom). Aan semakin bersemangat untuk menggembalakan kambing-kambingnya di sore hari. Saat itu Aan sudah harus menggembalakan 3 ekor kambingnya.

Namun bulan Oktober, Aan tidak aktif lagi gembala kambing. Soalnya, Aan harus ikut training ke Dinas pendidikan dua kali seminggu dalam rangka studi Banding Internasional Malaysia-Singapura Siswa Berprestasi. Aan terpilih menjadi siswa berprestasi tingkat SD dari kecamatan Lintau Buo tahun 2017.

Satu ekor kambing Aan harus dijual untuk menambah bekal Aan untuk berangkat studi banding. Tinggallah dua ekor kambing, induk dan anaknya yang harus digembalakan,

Gembala induk dan anak kambing mengasyikkan juga. Apalagi “Tomaih” terlihat lucu ketika belajar memakan daun pisang. Ketika anak kambing mulai besar gelagatnya agak nakal dan suka menanduk penggembalanya.

Lucu sekali tingkah lakunya, mengangkat dua kaki untuk berdiri, bertumpu pada dinding untuk menanduk pengembalanya. Seolah-olah terjadi pertarungan sengit antara kambing dengan pengembalanya. Bahkan dengan induknya sendiri sering bergurau dengan gaya ibarat itu.

C.Alasan kambing dijual

Sebenarnya orangtua Aan juga agak keberatan jikalau kedua ekor kambing itu dijual. Apalagi induk kambing itu sedang bunting. Anak kambing pun sudah berusia 6 bulan. Akan tetapi kedua ekor kambing itu memang harus dijual dengan alasan pemeliharaannya, terutama untuk menggembalakannya.

Pertama, Aan akan mengikuti ujian tamat di sekolah. Ia akan sibuk belajar, memfokuskan perhatiannya pada ujian akhirnya. Tujuannya supaya Aan lulus dengan hasil sangat memuaskan.

Selain itu, Aan berencana melanjutkan sekolah di kota Batusangkar. Dengan demikian jikalau ia diterima di sekolah tersebut, Aan akan kost disana dan  mustahil lagi gembala kambing.

Di sisi lain kedua orangtuanya juga semakin sibuk menghadapi kiprah sehari-hari sebagai Aparatur Sipil Negara ASN) guru.

Kedua, Aan akan butuh biaya yang tidak sedikit untuk bersekolah di kota. Apalagi kakak-kakaknya sedang mengikuti perkuliahan dan dingklik sekolah. Alasan ini semakin memperkuat untuk menjual kedua ekor kambing milik Aan.

D.Penutup

Hidup ini yaitu kenyataan yang harus dilewati detik demi detik tanpa henti. Hidup ini kadang kala ibarat dengan cerita sinetron yang ditayangkan oleh siaran televisi.  Suatu dikala pelakunya harus mengambil keputusan yang bertentangan dengan perasaannya.

Begitu pula dengan Aan, seorang anak yang akan berangkat menuju usia remaja. Ia tidak keberatan jikalau keputusanya dan orangtuanya untuk menjual binatang ternak piaraannya meskipun hal itu telah membuatnya sedih.